Situasi pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini telah merubah semua elemen kehidupan manusia, mulai dari bidang sosial, budaya, ekonomi, agama dan pendidikan. Semuanya berjalan tidak normal. Sehingga wajar jika perubahan itu di sebut new normal atau era kebiasaan baru.
Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang terkena dampak pandemi, sehingga proses pembelajaran pendidikan di Indonesia yang semula konvensional (tatap muka di kelas) harus bertransformasi menjadi pembelajaran daring atau online yang dapat dilakukan tanpa terbatas tempat dan waktu. Pandemi ini seolah-olah merupakan proses percepatan transisi revolusi industri 4.0 menuju era society 5.0. peradaban baru berbasis inovasi teknologi yang diperkenalkan Jepang tahun 2019 silam, perlu diakui memberikan dampak besar bagi sektor pendidikan di negeri ini.
Era Society 5.0 merupakan proses kolaborasi antara manusia sebagai pusatnya (human–centered) dan teknologi sebagai dasarnya (technology based). Artinya. Pendidikan era 5.0 adalah proses pendidikan yang menitik beratkan pada pembangunan manusia sebagai makhluk yang mempunyai akal, pengetahuan dan etika dengan ditopang oleh perkembangan teknologi modern saat ini.
REALITA PENDIDIKAN KITA
Berbicara tentang realita pendidikan kita adalah berbicara tentang problem dan solusinya. Problem pendidikan kita tentu meliputi banyak hal, dari ketersediaan guru yang memadai, kompetensi guru, sarana dan prasarana pendukung serta keterlibatan orang tua dalam mendukung proses pendidikan anaknya. Solusi dari pemerintah atas problematika tersebut sudah dapat kita rasakan. Namun pandemi ini membuat pendidikan mengalami satu problematika besar yang harus diselesaikan secara kolaborasai antara guru, siswa, dan juga orang tua.
Problematika besar itu adalah transformasi pendidikan era 4.0 menuju era society 5.0. Tentu kita akan tergopoh-gopoh menghadapi era ini, dimana kita masih berdaptasi pada era 4.0. Sekalipun tergopoh-gopoh menyambut era society 5.0, nampaknya pemerintah sudah menyiapkan konsep merdeka belajar, guru penggerak dan sekolah penggerak sebagai jawaban atas datangnya era society 5.0
Merdeka belajar yang digaungkan pemerintah adalah upaya perubahan mindset teacher sentries menjadi kolaborasi sentries. Artinya Tidak melulu guru menjadi sumber informasi, tetapi siswa dapat pula melengkapi apa yang disampaikan guru melalui sumber belajar lain yang dimilikinya. Sehingga Guru dan siswa akan bersama-sama menjadi problem solver dalam proses pendidikan.
ADAPTASI ERA 5.0
Hadirnya era society 5.0 yang merupakan penyempurnaan era 4.0 adalah problem besar sekaligus kesempatan besar wajah pendidikan kita. Guru yang menjadi penggerak dalam pendidikan era society 5.0 harus mempunyai kompetensi memadai. Dia harus cakap dalam memberikan materi pelajaran serta mampu menggerakkan siswa untuk berpikir kritis dan kreatif.
Selain persiapan kurikulum dan sarana yang memadai terhadap pendidikan era society 5.0, guru diharapkan mampu memastikan kurikulum berjalan secara optimal, oleh sebab itu, guru harus memiliki beberapa kompetensi utama dan pendukung seperti educational competence, competence for technological commercialization, competence in globalization, competence in future strategies serta counselor competence. Guru juga perlu memiliki sikap yang bersahabat dengan teknologi, kolaboratif, kreatif dan mengambil risiko, memiliki selera humor yang baik, serta mengajar secara menyeluruh.
Baik dan tidaknya wajah pendidikan kita di era society 5.0 salah satunya ditentukan oleh guru sebagai agent of change yang memiliki peran utama yang sangat strategis. Ini merupakan tantangan terbesar bagi para guru agar segera mempersiapkan diri untuk beradaptasi dengan era society 5.0 dengan segala problem yang akan dihadapi.
KOLABORASI BERSAMA
Era Society 5.0 dalam dunia pendidikan menekankan pada pendidikan karakter, moral, dan keteladanan. Hal ini dikarenakan ilmu yang dimiliki dapat digantikan oleh teknologi sedangkan penerapan soft skill maupun hard skill yang dimiliki tiap peserta didik tidak dapat digantikan oleh teknologi. Dalam hal ini diperlukan kesiapan dalam hal pendidikan berbasis kompetensi, pemahaman dan pemanfaatan IoT (Internet of Things), pemanfaatan virtual atau augmented reality dan penggunaan serta pemanfaatan AI (Artifical Intelligence). Di sinilah letak kolaborasi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Dengan proses kolaborasi ini diharapkan mampu mengakhiri kemarau panjang sistem pembelajaran yang selama ini masih teacher-sentris.
Sekalipun model pembelajaran era society 5.0 bukan teacher sentries, namun fungsi guru tetap menjadi fungsi utama sebagai penggerak konsep kolaborasi tersebut. Maka ada tiga hal yang harus dimanfaatkan oleh guru di era society 5.0 seperti yang telah dijelaskan diatas diantaranya Internet of Things pada dunia pendidikan (IoT), Virtual/Augmented Reality dalam dunia pendidikan, Pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) yang bisa digunakan untuk membantu mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran yang dibutuhkan oleh guru dan peserta didik tentunya. Selain ketiga hal tersebut, guru juga harus memiliki kecakapan dan memiliki kemampuan leadership, digital literacy, communication, entrepreneurship, dan problem solving.
Semua kriteria dan kompetensi yang disebutkan di atas menjadi tantangan bagi guru-guru kita dan pemerintah untuk menyiapkan secara matang, sistematik dan terukur terhadap pola pembelajaran masa depan yang ramah dan relevan dengan era society 5.0.